Masih jelas
diingatanku suatu hari dimana langkah awal menuju jalan baru mulai kutorehkan
dalam kisah perjalanan hidupku. Siang itu hawanya terasa membakar, debu
bertebaran diiringi deru kendaraan bermotor saling bersahut-sahutan seolah
menjerit kepanasan, keringat-keringat kian berjatuhan dari pori-pori kulit yang
merasakan kelelahan, meski aku saat itu sedang berada dalam rumah tepatnya
rumah guru Rohisku ka’ Yati, rasa panas masih terasa menyengat kulitku, tapi
panas hawa yang kurasa saat ini tak seberapa dibandingkan dengan panasnya
semangatku, semangat yang kian membara hingga terasa di setiap sel
tubuhku,semangat untuk berubah, semangat untuk berIslam secara kaffah, semangat
untuk meraih ridho Ilahi.Allahu Akbar
“Krrriiiit”, bunyi
decit pintu mengiringi langkahku keluar dari pintu kamar kak Yati sementara itu
diluar kamar ukhti-ukhti rekan sepengajian tengah menungguku. Ketika aku
menampakkan diriku dengan seragam sekolah yang tengah kukenakan, sontak saja
tawa membahana melihat sosokku yang mengenakan seragam sekolah. Bagaimana
tidak, seragam sekolah yang baru saja dijahit oleh Endah salah seorang temanku,
terlihat tidak biasa. Bukannya terkesan unik ini malah terkesan aneh. Rencananya
seragam sekolahku akan disambung antara rok dan bajunya, setelah dijahit Endah
seragam itu memang telah tersambung, tapi Endah menyambungkan roknya terlalu
kebawah sehingga seragamku jadi terlihat aneh bin abnormal dengan penampakan
rok kedodoran.
Kalau anak-anak
gaul jaman sekarang memang biasanya dengan rela dan sengaja memakai rok sekolah
di pinggul atau di bawah pinggul yang biasanya disebut ‘pinggang jatuh’, kalau
memakai rok diatas itu misalkan memakai rok di atas pinggang, maka percayalah
anak malang itu akan dicap kolot bin kampungan atau dicap jojon the next
generation, hehehe. Tetapi penampakan seragamku kali ini lebih fantastis bukan
‘pinggang jatuh’ lagi namanya karena roknya sangat dibawah pinggang terlihat
nyaris jatuh. Eeiits tapi hal ini bukan kulakukan untuk keren-kerenan atau karena
menginkan predikat gaul loh. Hal itu kulakukan semata-mata demi merai ridhoNya.
Karena aku menyadari standarisasi sebagai seorang muslim adalah sumber hukum
Islam yakni Al-Qur’an, Assunnah, ijma’ sahabat dan qiyas. Maka dari itu untuk
mempertahankan idealismeku sebagai seorang muslimah akan ku kenakan hijabku
sesuai syariatNya, tak perlu aku memelototi majalah fashion untuk menetukan
cara berbusanaku atau menjiplak gaya busana ala barat yang minim kain, cukuplah
ayat Al-Qur’an menjadi tuntunanku yang dengannya kurasakan kedamaian dan
kemuliaan sebagai muslimah sejati.
Sebagaimana yang
pernah diajarkan oleh guru ngajiku mengenai cara berpakaian seorang muslimah
yang disyariatkan olehNya., guruku menjelaskan bahwa pakaian perempuan ketika
berada di tempat umum itu ada dua, yaitu jilbab dan kerudung. Hal tersebut
sesuai dengan dalil Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31 dan Al-Ahzab ayat 59.