Pengemban dakwah makhluk apa itu?, hmm kalau boleh dibilang,
pengemban dakwah adalah makhluk jadi jadian, eeitts tapi bukan maksudnya
manusia setengah siluman atau penampakan makhluk halus ya. Seorang pengemban
dakwah jadi jadian maksudnya adalah jadi soleh bisa, jadi taat tentunya, jadi
teladan masyarakat,jadi dokter bisa(mengobati hatinya ummat), jadi pedagang
bisa (apalagi kalau ada agenda butuh dana),jadi detektiv bisa (mencari pelku
konspirasi-konspirasi),jadi psikolog juga bisa (karena terima konsultasi setiap
saat), yang pastinya jadi berguna bagi nusa dan bangsa.
Pekerjaan orang yang mengemban dakwah so pasti sangat luar
biasa yang bahkan tidak ada pekerjaan di dunia ini yang lebih baik darinya,
karena jenis pekerjaan yang satu ini langsung mendapat pujian dari Allah SWT,
sebagaiman firmanNya
“Siapakah yang lebih baik perkataannya dibanding orang yang
berdakwah kepada Allah, mengerjakan amal soleh dan berkata: sesungguhnya aku
termasuk orang yang berserah diri (kepada Allah)?” (Q.S Fushilat [41]:33)
Kelihatannya sungguh sangat membahagiakan kehidupan para
pengemban dakwah itu, sudah kerjanya cuman berbicara, dijadikan teladan di puji
Allah pula. Tapi eitss nyatanya gak seperti itu juga mas n mba brow. Ketika
kita bergelut dalam dunia dakwah maka jagan harap cerita yang muncul adem ayem
saja, yang ada malah lika-liku, cobaan dan tantangan hidup yang seolah tak ada
habisnya. Yah, sudah sunnatullahnya
seperti itu memang, sebagaimana hadis Rasul ketika beliau baru saja menerima
wahyu, beliau diajak oleh Khadijah menemui Waraqah bin Naufal. Waraqah bertanya
kepada beliau “Apa yang pernah engkau lihat wahai anak saudaraku?”.Rasul
kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialaminya. Setelah mendengarkan
Rasul, Waraqah berkata”Itu adalah Namus yang pernah diturunkan Allah kepada
Musa. Andaikan aku masih berumur muda saat itu. Andaikata saja aku masih hidup
tatkala kaummu mengusirmu”.Rasul kemudian bertanya “Benarkah mereka akan
mengusirku?”. Jawab Waraqah,”benar, tak seorangpun pernah membawa seperti yang
engkau bawa, melainkan akan dimusuhi. Andaikata aku masih hidup pada masamu
nanti, tentu aku akan membantu dengan sungguh-sungguh”
Sekali lagi Waraqah mengatakan “Benar, tak seorangpun pernah
membawa seperti yang engkau bawa melainkan
akan dimusuhi”
Konsekuensi-konsekuensi hidup memang akan selalu menemani
langkah kaki kita entah itu kita melangkah pada jalan yang diridhoiNya ataukah
malah memilih terjun bebas keneraka. Begitupula dengan berkecimpung dalam dunia
dakwah penuh dengan resiko,karena dakwah itu bukan pekerjaan yang menghasilkan
pundi-pundi uang, bukan juga pekerjaan yang dilakukan kalau lagi mood aja, dan
bukan pula pekerjaan sampingan layaknya macing atau main layang-layang (kecuali
memancing pemikiran ummat atau melayangkan
pertanyaan kepada ummat agar ummat bisa bangkit) . Dakwah sejatinya perkara
hidup dan mati guys, sebagaimana Rasul pernah bersabda ketika diminta oleh
pamannya untuk meninggalkan dakwah, Rasulullah saw tegas menjawab, “Demi Allah, andaikan mereka
meletakkan matahari di tangan kanan saya dan bulan ditangan kiri saya, sungguh
saya tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkan urusan (agama) ini
atau saya mati karenanya.”
Tuhkan guys jelas bahwa dakwah ini bukan main-main dan dibutuhkan keseriusan,totalitas,
dan pengorbanan yang tidak sedikit dalam menjalaninya. Maka dibutuhkan yang
namanya idealisme dalam menjalaninya. Idealisme menurut artikata.com adalah
hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap
sempurna. Kalu seorang pengemban dakwah tidak punya idealisme maka dia tak
layak disebut pengemban dakwah bisa jadi muncul istilah pengemban dakwah KTP
kayak islam KTP hehe.
Idealisme seorang pengemban dakwah bukanlah idealisme biasa tapi
idealisme yang berstandarkan perintah dan larangan Allah SWT. Karena arti
idealisme mempunyai unsur cita-cita dan patokan yang dianggap sempurna, maka
cita-cita seorang pengemban dakwah adalah satu yakni Ridho Allah, sementara
patokan yang dianggap sempurna adalah Syariat Islam.
Ketika kita memilih jalan mulia ini maka idealisme kita akan di
uji oleh Allah sejauh mana kita menggenggam amanah ini, sekuat apa kita akan
menahan segala sakit ini, selama apa kita melangkah pada jalan ini, sekokoh apa
kita menerima penolakan-penolakan dakwah, sekeras apa kita mencurahkan yang
terbaik untuk jalan ini. Karena berbicara idealisme maka kita berbicara
mengenai kegigihan, kekokohan, dan keistiqomahan.
Karena dakwah merupakan
tindakan menyeru dan senantiasa menyeru, maka dakwah membutuhkan kegigihan
bukan kekepalaan hehe. Gak semua Orang ketika diseru serta merta akan menyambut seruan kita,
apalagi menyeru kepada kebaikan maka akan sangat sulit mencari orang-orang yang
mau mengikuti seruan kita, jangankan untuk mengikuti, untuk mendengarkan saja
enggan, sedih banget rasanya ketika kita ibaratnya seorang guru pengemban
dakwah telah memberi ilmu, perhatian, meluangkan waktu, tenaga, fikiran eehh
malah dicemooh. Sudah menunjukkan jalan ke surga eeh malah memfitnah sesat.
Coba aja kalau yang ditawarkan uang padahal yang ditawarkan oleh pengemban
dakwah jauh lebih berharga dari uang. Tapi pengemban dakwah harus punya jiwa
tangguh dong, tak akan berhenti hanya karena dicela, kalau ditanya sakit ya so
pasti sakiiit banget guys, tapi pengemban dakwah akan terus bergerak karena
idealismenya yang hanya mengharapkan Ridho Allah, pengemban dakwah sadar jalan
yang dipilih akan sulit tapi ia yakin bahwa akhirnya akan menjadi Indah.
Pengemban dakwah akan istiqomah jika ia punya idealisme, tak akan
mudah lelah karena sadar bahwa istirahat sesungguhnya hanya ada pada JannahNya.
Perkataannya akan tetap konsisten pada Islam, perkataannya tidak akan ditarik
ulur berdasarkan kepentingan duniawi. Perbuatannya akan senantiasa sesuai
dengan syariat karena ia tahu dia adalah tauladan ditengah-tengah masyarakat
dan lebih dari itu dia sadar sang Maha melihat akan senantiasa megawasi
Lantas bagaimana batasan
dakwah itu?? Apakah setelah kita menua, keriput sudah muncul sana sini, gigi
udah pada ompong kita boleh berhenti dakwa??,
tentu tidak pemirsa karena dakwah tidaklah mengenal usia, bukan karena alasan
tua maka kita dilegalkan untuk tidak melaksanakan kewajiban dakwah, bukanjuga kita berhenti karena telah banyak kader yang
kita hasilkan dari perjuangan selama ini. Jika kita berpandangan demikian Itu
artinya idealisme kita belumlah 100% berdasarkan Islam, karena sjatinya dakwah
itu haruslah 100% bukankah Rasul menjadikan perkara dakwah sebagai perkara
hidup dan matinya?, Rasul cuman punya dua pilihan dalam dakwah “ Menang ataukah
Mati dijalan ini”, Rasul tidak bilang “ Menang dan berhenti ketika
tua/cape/lelah/bosan apalagi malas”. Kerena pengemban dakwah punya idealisme
guys
Idealisme pengemban dakwah,itulah pemantik dikala sakit, penyulut
dikala sulit, penyemangat dikala penat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar