Bulan Agustus menjadi bulan dengan
euforia kemerdekaan. Betapa tidak, kibaran sang saga merah putih berkibar
dimana-mana, tak lupa berbagai macam perayaan maupun lomba dilakukan untuk
memeriahkan hari kemerdekaan negri.
Wajar saja, setalah berpuluh-puluh
bahkan beratus-ratus tahun yang lalu Ibu pertiwi dibelenggu oleh
moncong-moncong senjata Belanda dan Jepang, kini negri ini 69 tahun lamanya
telah menghirup udara bebas. 69 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Indonesia
untuk bisa menjadikan dirinya sebagai negara yang sejahtera dan mampu bersaing
dikancah internasional terlebih lagi jika melihat potensi-potensi negri ini.
Namun sayang, jangankan untuk bisa
menorehkan prestasi dalam menyejahterahkan rakyat, kemerdekaan saat ini masih
ibarat ‘gincu’ ia ada tetapi tidak terasa karena hakekatnya negri ini belum
merdeka. Jika kemerdekaan hanya dimaknai bebas dari penjajahan secara fisik
tentu tak ada yang memungkiri bahwa kita telah merdeka. Namun jika kemerdekaan
diartikan bebas dari segala macam bentuk penjajahan, maka ada beberapa fakta
yang perlu kita ulas sebelum meyimpulkan negri ini telah merdeka atau belum
merdeka.
Bahkan jajak pendapat yang dilakukan Harian Kompas tahun 2010, menyatakan bahwa
masyarakat menilai banyak aspek dan kondisi makin buruk. Misal, pada aspek
keadilan hukum mereka menyatakan: 59,3% semakin buruk, 13,4%: tetap, 21,6%:
semakin baik. Lalu pada aspek keadilan ekonomi mereka menyatakan: 60,7%:
semakin buruk, 15,1%: tetap, 21,1%: semakin baik. Saat berbicara pada aspek
peran negara, ternyata kesimpulannya: peran negara tidak memadai!
Lalu terkait kemerdekaan, terlihat jelas bahwa masyarakat
memandang Indonesia belum merdeka baik dalam bidang ekonomi (67,5%: menyatakan
belum merdeka), politik (48,9%; menyatakan belum merdeka), budaya (37,1%:
menyatakan belum merdeka).