Penculikan gadis-gadis
sekolahan di Negeria membuat dunia terperanjat, betapa tega organisasi yang
bernama Jama’atu Ahlis Sunna Lidda’awati
wal-Jihad yang kemudian terkenal dengan sebutan Boko Haram menculik gadis-gadis belia yang tak
punya salah apa-apa. Rupanya kasus ini tak hanya membuat pemerintah Nigeria
berang, Ibu nomer 1 di Amerika Serika Michelle Obama juga geram. Kepeduliannya
dia tunjukkan dengan mengupload fotonya yang
berwajah kesal sambil memegang kertas putih bertuliskan #Bring Back Our Girls. Persoalan kemanusian
membuat ibu dari negara adidaya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk
turut berpartisipasi dalam menegakkan keadilan.
Tak hanya itu, Media AS CBC melaporkan
bahwa Amerika telah mengirimkan tim ahli di bidang militer, inteligen dan
penegakan hukum ke Nigeria dalam rangka membantu pemerintah atas pemberontakan
Boko Haram.
Tentu sebagai individu
yang menyaksikan permasalah itu kita
juga menginginkan agar para gadis tersebut dapat dibebaskan, namun yang menjadi
pertanyaan kritisnya adalah mengapa Amerika memiliki sikap berbeda dalam
menanggapi kasus kemanusian yang ada di gaza?. Padahal kaus gaza akhir-akhir
ini menjadi trending topik utama. Jumlah korban tewas serangan udara tujuh hari Israel
ke Gaza meningkat menjadi 186 orang, Senin (14/7), melebihi korban tewas
konflik terakhir 2012 lalu. Apalagi sebenarnya kasus gaza bukanlah hal
baru. Peperangan antara palestina dan Israel telah terjadi sejak tahun, ibaratnya
kasus gaza adalah episode lama yang berulang kembali, sehingga tentu jumlah
korban jiwanya tak terhitung lagi.
Kalau mau bersikap
objektif tentunya Michelle Obama akan lebih mengecam Israel, apalagi Amerika
merupakan negara super power sehingga banyak kontribusi yang bisa dilakukan
Amerika untuk menindak agresor Israel. Tapi pada kenyataannya hal tersebut
tidak dilakukan.
Tak hanya Amerika PBB juga
menunjukkan topengnya. Sebagai pihak yang paling punya wewenang mengatasi
masalah keamanan dunia, PBB menindaklanjuti kasus Boko Haram hingga diputuskan
memasukkan Boko Haram kedalam daftar organisasi teroris yang berafiliasi pada
Al-Qaeda (voa-islam.com). Keputusan
mengenai status Boko Haram menjadi penting karena dengan statusnya sebagai
organisasi teroris maka embargo senjata dan pembekuan aset dapat dilakukan.
Lantas pertanyaanya, mengapa Israel tidak ditindaklanjuti dengan memasukkannya
pula kedalam daftar teroris?. Apalagi Israel bukan hanya meneror tetapi
melakukan genosida, bukakah ini jauh lebih kejam dari yang dilakukan Boko
Haram?.
Maka perlu disadari
berharap pada PBB atau Amerika untuk menyelesaikan konflik palestina ibarat
oase ditengah padang pasir. Harapan untuk menyelesaikan masalah yang ada di
Palestina harusnya kita sematkan dipundak kita masing-masing, apalagi jika
posisi kita adalah umat muslim yang dalam terminologi Islam kaum muslim itu
ibarat satu tubuh, tentu jika salah satu bagian tubuh yang sakit maka bagian
tubuh yang lain akan bereaksi pula.
Reaksi terhadap
Palestina sangat beragam. Mulai dari buliran air mata, lantunan doa,
penggalangan dana, demonstrasi mengecam Israel dan seruan pengiriman militer,
pemboikotan produk Israel hingga turut bergabung dengan kelompok mujahidin
untuk berjihad.
Tentu setiap usaha
tersebut tidaklah sia-sia, hanya saja persoalannya adalah mengapa kaum muslimin
yang jumlahnya kurang lebih 1,5 milyar tidak mampu mengalahkan Israel yang
jumlahnya hanya sekitar 7 jutaan orang?. Itu karena kita terpisah-pisah ada
sekat diantara kita sehingga jumlah 1,5 milyarpun tak berarti apa-apa.
Sekat-sekat nasionalisme telah mengamputasi solidaritas atas aqidah kita.
Sehingga sudah saatnya
kita sadar bahwa mengharapkan pemecahan persoalan ditangan negara atau lembaga bermuka
dua tentu hal yang keliru. Satu-satunya harapan kita adalah penyatuan kaum
muslim atas terpecah belahnya gerakan kita. Kita butuh satu kepemimpinan yang
mampu mengomandoi gerakan kita. Coba bayangkan jika 1,5 milyar muslim mengikuti
satu komando untuk menyerang Israel, jangankan untuk mengangkat moncong senapan
ke hadapan mereka, jika 1,5 milyar hanya teriak saja maka niscaya Israel akan ngacir duluan. Kalau dikatakan sulit
untuk menyatukannya, memang diakui hal itu sulit, namun hal tersebut bukanlah
tidak mungkin, toh sejarah telah
mencatat bahwa kaum muslim pernah hidup dalam satu kepemimpinan yang disebut
khilafah selama sekitar 1300 tahun lamanya dengan luas wilayah sekitar 2/3
dunia. Hal itu bukan sekedar romantisme sejarah, sejarah tersebut juga mampu
tercatat karena adanya usaha orang-orang untuk menyatukan kaum muslim, yang
jelas bukan orang-orang pesimis yang mampu melakukannya. Bukan pula orang
pragmatis yang telah merasa cukup dengan apa yang dilakukannya, apalagi orang
apatis yang tak peduli dengan kondisi sekitar.
Maka mari menjadi orang
ideologis yang punya spirit idealis, karena Israel tak mempan dengan tindakan
diplomasi. Jika Israel memakai tank, rudal dan senjata berat lain maka tentu
kita tak cukup melawannya hanya dengan doa,dana atau air mata. Kita juga butuh
suplai persenjataan lengkap, logistik yang cukup dan strategi matang dan hal
tersebut hanya dapat diwujudkan jika kita memiliki satu kepemimpinan, maka
mengadakannya menjadi perkara wajib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar