Cabe kini telah menjadi komoditi
yang sedang naik daun. Hal ini bukan karena harganya tapi kini namanya melambung akibat istilah “cabe”
yang kerap digunakan untuk menyebut cewek-cewek alay dibawah umur berperilaku nakal,
liar dan identik dengan seks bebas. “Cabe-cabean” begitulah masyarakat kerap
kali menyebutnya. Fenomena cabe-cabean tak bisa dianggap sebagai angin lalu,
pasalnya efek pedasnya cabe akan berdampak pada masyarakat sekitar. “Cabe-cabeanpun” bak virus yang sangat
cepat menyebar bahkan sampai ke kota daeng, meskipun hakikatnya cabe-cabean
telah lama hadir di kota besar semacam Makassar namun istilah impor dari
Jakarta tersebut juga telah membuming di kota Makassar.
Fakta
“Cabe-cabean”
Aktivitas para “cabe” di kota
Makassar juga cukup aktiv, hal tersebut nampak dari tingginya angka seks bebas
kalangan remaja di Kota
Makassar sebagai kota metropolitan. Menurut disertasi Direktur Rumah Sakit Ibu
Anak Siti Fatimah, dr Leo Prawirodihardjo yang melakukan penelitian ‘Perilaku
Seks Bebas Remaja di Kota Makassar’, dari hampir 4.000-an penderita AIDS di Sulsel,
sekitar 3.134 penderita atau sekitar 80 persen berada di Kota Makassar. Bahkan
Kota Makassar, disebut masuk peringkat tiga kota penderita HIV/AIDS tertinggi
di Indonesia, setelah Jayapura dan Jakarta.
Fakta tersebut tentu membuat kita
mengurut dada, betapa tidak generasi-generasi yang harisnya menjadi pelopor
kebangkitan negri, kini telah berubah
menjadi ‘sayuran’ artinya murah dan
dapat dikonsumsi siapa saja.
Cabe-cabean
tumbuh subur, salah siapa?
Banyak dari kalangan “cabe-cabean”
tersebut merupakan korban para orang tua yang tak mampu menjalankan perannya
secara maksimal. “Cabe-cabean” yang tak terdidik secara optimal oleh orang tua
mereka akhirnya mencari kesenangan atau jati diri yang justru menjerumuskan
mereka ke arah yang salah.
Selain orang tua, pendidikan saat
ini juga tak mampu menjadi wadah bagi peserta didiknya untuk membentuk
kepribadian yang dapat membangkitkan negri. Pendidikan saat ini fokus melihat
para peserta didik dari nilai-nilai akademik, namun hanya sedikit pertimbangan
pendidikan yang menitikberatkan pada moral ataupun kepribadian. Hal ini dapat
dilihat dari stndarisasi kelulusan siswa hanya pada aspek perolehan nilai mata
pelajaran bukan pada proses pengembangan kepribadian dan moral mereka.
Belum lagi, media yang saat ini
dijadikan sebagai sumber pembelajaran juga bertanggung jawab atas munculnya
makhluk-makhluk “cabe” ini. Media saat ini banyak menayangkan hal-hal yang tak
selayaknya diperlihatkan. Betapa banyak kita melihat kulit wanita dijadikan
sebagai komoditi pemulus suatu produk ataupun event-event tertentu .Akhirnya
hal tersebut menjadikan generasi kita terbiasa dengan memperlihatkan
lekuk-lekuk tubuhnya bahkan kadang merasa risih untuk menutupinya padahal
itulah yang membuat mereka mudah untuk mengalami gangguan atau pelecehan.
“Cabe-cabe” yang saat ini tengah
menjalar tak juga dipangkas, hal tersebut karena aturan negara kita yang saat
ini lemah dan tak mampu memberi solusi efektif mencabut “cabe-cabean” dari
akarnya. Masalahnya, kebebasan dalam demokrasi saat ini dijadikan sebagai dewa
pembuat hukum hingga mungkin saja menjadi “cabepun” merupakan HAM yang justru
dijaga oleh negara. Jangankan untuk menyelesaikan persoalan ”cabe-cabean” untuk
membahas tentang batasan pornografi dan pornoaksi sampai saat ini menjadi
pembahasan alot yang belum ada titik temunya.
Banyak pula para remaja putri
menjelma menjadi “cabe” kaena faktor ekonomi. Hedonitas yang menjalari faham
mereka menjadikan remaja-remaja yang
meresa butuh dengan produk-produk mahal dan bermerk. Sehingga membuat mereka
mencari cara instan agar dapat memenuhi hasrat tersebut, maka jadilah mereka
bibit-bibit “cabe” selanjutnya karena profesi ini dinilai cukup menggiurkan.
Faktanya ada cabe-cabean yang
‘dijual’ di daerah kemayoran dipatok dengan harga fantastis bahkan mencapai 30
juta (Kompas.com)
Sayangnya negri zamrud
katulistiwa ini kekayaan dikeruk oleh
negri-negri asing, atas nama demokrasi yang menjadikan legislasi manusia
sebagai suatu aturan sehingga kekayaan alam tak lagi milik rakyat tetapi milik para
korporasi.
Regenerasi
“Cabe-cabean”
Pedasnya cabe saat ini sudah
tidak menyehatkan bagi jasmani dapalagi rohani, maka saatnya kita peduli dan
segera menyirami cabe-cabean ini dengan siraman ruhani. Peran sentral orang tua
selayaknya menjadi faktor yang mendidik anak-anaknya agar menjadi
generasi-generasi cerdas mencerdaskan bukan malah menjadi generasi “pedas” yang
“memedaskan”. Karena anak-anak tak hanya
butuh uang untuk menghidupi mereka tetapi kasih sayang dan pengarahan yang
benar tentang kehidupan.
Begitupun masyarakat saat ini
harusnya menjadi masyarakat yang bersama-sama memangkas habis “cebe-cabean”
dengan menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencgah hal-hal
buruk di tenganh-tengah mereka, bukan malah menjadi masyarakat individualis
kemudian bekata ‘yang penting bukan saya atau anak saya’
Tak cukup masyarakat, negaralah yang
punya peran dan pengaruh yang paling penting dalam hal ini. Karena dengan
intervensi negara maka ia mampu mebuat media-media saat ini punya orientasi
dalam edukasi bukan malah menjadi sarana yang menghantarkan remaja-remaja menjadi
pemuja-pemuja syahwat.
Negara jugalah lewat wewenangnya dalam
pengaturan ekonomi akan mampu membasmi “cabe-cabean”. Dengan ekonomi yang kuat
negara mampu menjadikan masyarakatnya sejahtera sehingga remaja-remaja putri
tak tergiur lagi menjadi “cabe-cabean”. Untuk menciptakan ekenomi yang kuat tentu
dibutuhka peran negara yang mampu mempertahankan dan mengolah sendri SDAnya.
Hanya sistem ekonomi Islam yang punya konsep pengelompokan harta kepemilikan,
misalkan SDA merupakan harta milik umum sehingga tak boleh dikelola oleh individu
maupun perusahaan. Negara menjadi pengolah yang akan mendistribusikan harta tersebut
kepada masyarakat, baik dalam bentuk mentah ataupun mengalokasikannya untuk
pendidikan dan kesehatan.
“Cabe-cabean” yang terlanjrur
membanjiri lingkungan sekitar tentu dapat kita basmi dengan uluran dan usaha
kita bersama. Inilah saatnya kita meregenerasi “cabe-cabean”.
Ide regenerasi cebe-cabean
menjadi cobe-cobean, berawal dari filosofi cobe-cobe yang merupakan istilah
masyarakat Sulsel menyebut cabe yang telah ditumbuk kemudian diolah dengan
penambahan bahan-bahan lain sehingga menjadi sambel siap santap.
Begitupula dengan “Cabe” (Cewek
Alay Bisa Ehem) yang saat ini menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat
hendaknya kita mampu bersama-sama berkontribusi untuk menjadikannya “Cobe”
(Cewek sOleha Bisa Exis) yang bermanfaat.
Tentunya hal tersebut dapat
terealisasi bila masyarakat dan pemerintah sekitar sadar bahwa “Cabe” butuh
regenerasi menjadi “Cobe”.
BalasHapusOBAT PENINGGI BADAN USA Call/sms; 0856 0795 4414
Grow- up Usa
( Peninggi Badan Super )
Dari hasil penelitian para ilmuan Amerika, Grow-up USA terbukti mampu mempercepat pertumbuhan badan dengan pesat, Grow-up USA terbuat dari bahan herbal dan juga telah di rekomendasi kan oleh pakar ahli gizi. Untuk mengatasi masalah pembentukan postur tinggi badan Anda secara PROPORSIONAL dan IDEAL 175cm
GROW - UP USA Berkhasiat :
- Merangsang pertumbuhan tulang dengan cepat.
- Mencegah tulang kropos .
- Memberi kalsium/nutrisi pada tulang.
- Diperkuat oleh Ginkgo Biloba sebagai nutrisi pada otak/IQ.
- Menjaga kesehatan dan stamina tubuh tetap fit.
- Untuk semua umur pria maupun wanita (8-40 tahun).
Konsumsilah secara rutin selama 1 bulan bisa bertambah antara 7-15cm dan hasilnya PERMANEN. Cocok sekali untuk para model,olah ragawan,pelajar dan semua kalangan yang menggalami masalah ketelambatan pertumbuhan.Solusi Tepat, Cepat, Aman dan Tanpa efek samping DIJAMIN.
Beauty Shop On Line
Call Center Hp : 0821 3495 8895
( SMS ) 24JAM : 0856 0795 4414
Pin BlackBerry: 25C7 157B
http://goo.gl/0aNwz9