Pohon-pohon dan jalanan akhir-akhir ini semakin ramai, bukan
karena kendaraan yang lalu lalang melaikankan foto-foto para politisi. Maklum
negri ini tak lama lagi akan mengadakan perhelatan akbar yang biasa disebut
pesta demokrasi. Namun makin hari tingkat partisipasi masyarakat terhadap pesta
demokrasi semakin berkurang, sebagai mana dilansir nasional.inilah.com golput
di Indonesia setiap tahunnya meningkat. Pada Pileg tahun 1999 angka golput
sekitar 10,2 persen. Kemudian, Pileg 2004 meningkat menjadi 23,3 persen.
Rendahnya parstisipasi masyarakat diakibatkan oleh
berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pra calon wakil rakyat, pasalnya
sudah 68 tahun ini merdeka dan selama itu pula negri ini telah dipimpin oleh
orang yang berbeda latar belakang, mulai dari anak petani,ilmuan,wanita,ulama
bahkan militer namum tak ada perubahan yang berarti. Hal tersebut terjadi
lantaran kita hanya memaknai demokrasi pada kulit luarnya saja. Demokrasi hanya
diidentikkan dengan voting, padahal
demokrasilah biang permasalahan saat ini. Mengapa demikian?, demokrasi
hakikatnya adalah kedaulatan ditangan rakyat, sementara akan menjadi tidak
realistis bila seluruh rakyat Indonesia berkumpul pada suatu tempat dan suatu
waktu untuk membicarakan UU untuk mengatur kemaslahatan mereka, maka
dibutuhkanlah yang namanya wakil rakyat. Mekanisme pemilihan wakil rakyat ini
ibarat sebuah mobil, yang namanya mobil ia tak akan mampu berjalan bila tak
punya mesin, maka mesin disini dianalogikan sebuah partai sebagai sebuah mesin
penggerak dari wakil rakyat, namun adanya kendaraan dan mesin masih belum cukup
untuk membuat sebuah kendaraan berjalan maka dibutuhkan namanya bensin, posisi
bensin disini ibarat dana yang dibutuhkan oleh paratai.
Perhelatan pesta demokrasi untuk memilih seorang wakil
rakyat membutuhkan dana yang sangat besar. Suplai dari internal partai saja
tentu tidak cukup maka terjadilah kongkalikong atau kerjasama dengan para
pemilik modal, utamanya para pengusaha. Para pengusaha ini tentu tidak memberikan
dana secara cuma-cuma, sebagai gantinya para pengusaha mampu mendikte
kebijakan-kebijakan dari para wakil rakyat agar sesuai dengan kepentingan
mereka. Maka jangan heran ketika banyak kebijakan yang berasal dari wakil
rakyat namun sama sekali tidak memcerminkan untuk kepentingan rakyat, UU
Perkebunan, UU Minerba, UU Penanaman Modal, dan sebagainya. UU tersebut
memberika akses seluas-luasnya kepada para pengusaha untuk mengeruk SDA negri,
sementara rakyat hanya diberikan janji-janji palsu dan sedikit bahan pangan
atau pakaian menjelang pemilu. Rakyat yang seharusnya mendapatkan pendidikan,
kesehatan dan transportasi memadai dari kekayaan negri ini, justru menjadi objek
paling menderika karena tidak mampu mendapatkan haknya gara-gara demokrasi.
Inilah wajah asli demokrasi yang selama ini bersembunyi
dibalik topeng slogan-slogannya yang manis saatnya rakyat sadar dan bangkit
untuk menolak demokrasi.
Maka solusi agar dapat keluar dari permaslahan ini adalah
mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang mampu membawa perubahan Indonesia
kearah lebih baik. Satu-satunya sistem yang dapat mewujudkan itu semua adalah
khilafah yakni sistem kenegaraan yang menerapkan aturan-aturan Allah SWT
didalamnya. Karena Indonesia ini milik Allah dan yang paling tahu baik dan
buruk bagi manusia adalah Allah maka menjadi konsekuensi logis bila seharusnya
kita kembali kepada aturan Allah SWT.
Jika aturan manusia
diterapkan maka akan sarat dengan kepentingan individu maupun kelompok yang
membuat aturan. Sistem Islam dengan sistem ekonominya yang mengharamkan SDA
untuk dikuasai individu akan mampu menopang ekonomi negeri bukan lagi dengan
utang atau pajak. Dengan sistem pendidikannya akan menciptakan pendidikan yang
tidak lagi dijadikan bisnis melainkan membangun karakter anaka bangsa. Sistem
pergaulan Islam akan mampu mewujudkan negri yang menjaga kehormatan wanita.
Selain itu Sistem pidana dalam Islam mampu mewujudkan keadilan dan ketegasan
hukum yang mampu membuat kejahatan tereduksi. Meski sistem ini merupakan sistem
Islam namun hal tersebut tidak akan mendeskriminasi pihak-pihak non Islam
karena untuk permasalahan agama tidak ada paksaan untuk memeluk Islam, begitu
pula perkara makanan, pakaian dan cara nikah akan diserahkan kepada
masing-masing individu berdasarkan keyakinannya, hanya saja berkaitan masalah
hukum publik maka setiap warga negara harus mematuhi aturan sistem ini.
Itu hanya segelintir gambaran tentang khilafah, sebagai
seorang manusia yang masih menggunakan akal sehat tentu jika diminta untuk
memilih antara demokrasi dan khilafah kita mampu memilih sistem yang tepat
untuk negri ini.
Berkontribusi dalam pesta demokrasi hanya akan menambah
nafas panjang demokrasi, padahal ia telah lama mencekik nadi pada leher rakyat
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar