Kenaikan LPG 12 kg saat ini membuat rakyat semakin tercekik,
meski kenaikan yang awalnya 3.500 per Kg diubah menjadi 1.000 per Kg, yah tetap
saja rakyat menjerit, wong harganya
tetap naik kok. Rakyat sebagai objek
yang paling terbebani atas kebijakan ini membuat para politisi angkat bicara.
Bagai oase ditengah gurun pasir, para politisi rame-rame menghujat Pertamina
atas pembelaan mereka terhadap rakyat namun namanya oase tetaplah oase, ia
hanya bentuk halusinasi tanpa pernah ada relitanya.
Masalahnya Pertamina mengambil jalan menaikkan LPG bukan
semata-mata tanpa alasan, Pertamina mengalami kerugian sehingga mau tidak mau
harus melakukan hal yang dapat menyelamatkannya. Meskipun begitu hal tersebut
tidaklah wajar karena Indonesia termasuk peringkat ke-13 negara di dunia dengan
cadangan gas alam sebesar 92,9 triliun kaki kubik. Tapi hal tersbut tidak
berkolerasi dengan tersedianya LPG yang murah dan terjangkau.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Dirjen Migas Evita Legowo
dikutip dari situs Ditjen Migas, Jumat (11/5/2012). ” Sampai saat ini sebanyak
74% kegiatan usaha hulu atau pengeboran minyak dan gas (migas) di Indonesia
masih dikuasai perusahaan asing. Perusahaan nasional cuma menguasai 22% dan
sisanya konsorsium asing”. Karena gas yang dikuasai oleh Indonesia tidak
sebanding dengan konsumsi gas dalam negri sehingga pertamina mengimpor gas.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya
mengatakan, 59% gas yang diperdagangkan Pertamina berasal dari impor.
Sedangkan, sekitar 30% berasal dari perusahaan migas dalam negeri, sisanya dari
eks kilang Pertamina.
Betapa bodohnya negri ini, punya kekayaan justru diberikan
ke asing, giliran Indonesia yang butuh gas, malah impor dengan harga yang
mahal. Hal ini terjadi karena kita menerapkan sistem ekonomi kapitalisme dan
sistem pemerintahan demokrasi. Dalam sistem ini yang membuat hukum adalah
manusia, sehingga wajar kalau manusia diberikan wewenang membuat hukum maka
akan banyak kebijakan yang sarat akan kepentingan si pembuat hukum, faktanya
dengan adanya kebijakan memberikan hak kepada asing untuk mengeruk kekayaan
alam Indonesia, tentu pembuat kebijakan mendapatkan fee tertentu dari perusahaan asing tersebut.
Seharusnya sistem yang hari ini menjadi biang kerok dari
masalah bangsa dicampakkan, kemudian diganti dengan sistem yang betul-betul
mampu menuntaskan masalah bangsa saat ini. Satu-satunya sistem yang mempu
memberikan perubahan dan pengaruh yang berarti bagi tanah air ini adalah dengan
mengembalikan aturan sang pencipta yakni Allah sebagai pencipta sekaligus
pengatur dunia ini dengan cara menerapkan syariatNYA secara sempurna.
Syariat Islam khususnya sistem ekonomi dalam Islam telah
mengatur tentang kepemilikan yang terbagi atas 3, yakni kepemilikan individu,
umum dan negara. Kepemilikan umum salah satunya adalah migas, artinya migas
haram hukumnya dikuasai oleh individu ataupun kelompok. Negaralah yang bertugas
sebagai regulator yang mendistribusikan kepemilikan umum secara merata kepada
rakyat baik dalam bentuk mentah atau keuntungannya dialokasikan untuk
pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Islam sebagai sebuah ideologi tak hanya mengatur persoalan
spiritual saja tetapi juga mengatur segala aspek kehidupan, baik itu ekonomi,
politik, sosial, pendidikan dan lain-lain. Adapun bentuk pemerintahan sistem
Islam berbeda dengan yang lainnya, ia bukan kerajaan, republik, demokrasi
ataupun teokrasi, tetapi memiliki ciri khas lain yang pemerintahannya disebut
khilafah.
Khilafahlah yang dapat mengatasi berbagai problematika kita
hari ini. Jadi jika memang para politisi benar-benar ingin membela rakyat maka
harusnya tidak hanya mengecam Pertamina tetapi mampu mengembalikan kekayaan ibu
pertiwi kembali kepangkuan rakyat Indonesia. Selain itu, para politisi juga memberika solusi tuntas dengan lantang
mengkampanyekan kebangkitan khilafh yang telah dijanjikan Allah, sebagai
satu-satunya sistem sahih yang mampu mensejahterahkan rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar